Apakah bahasa benar-benar memengaruhi cara kita melihat dunia? Pertanyaan ini sudah lama jadi bahan diskusi para ahli linguistik. Tapi di kehidupan sehari-hari, kita jarang menyadari bahwa cara kita memaknai emosi, waktu, ruang, bahkan hubungan sosial, dipengaruhi oleh bahasa yang kita gunakan sejak kecil.
Menariknya, banyak penelitian modern mendukung konsep ini. Bahkan menurut laporan dari Kominfo dan analisis komunikasi digital yang banyak dibahas oleh Katadata, penggunaan bahasa di media sosial belakangan ini ikut membentuk pola pikir generasi muda dalam merespons isu publik.
Baca Juga: Perbedaan Bahasa Formal dan Bahasa Nonformal
1. Bahasa Mempengaruhi Cara Kita Melihat Waktu
Penelitian terkenal dari Lera Boroditsky menunjukkan bahwa penutur Bahasa Inggris melihat waktu sebagai garis lurus dari kiri ke kanan.
Sedangkan penutur suku Aymara justru memvisualisasikan masa depan berada di belakang, dan masa lalu di depan.
Keren ya? Ini berarti otak kita ikut diarahkan oleh bahasa yang dipakai sejak kecil.
2. Emosi Banyak Dibentuk oleh Bahasa
Coba bandingin:
- Bahasa Indonesia punya kata “baper”
- Jepang punya “komorebi” (cahaya matahari yang menembus pepohonan)
- Jerman punya “schadenfreude” (senang melihat orang lain gagal)
Perbedaan kosakata ini bikin setiap budaya punya cara berbeda untuk memahami dan mengekspresikan emosi.
3. Bahasa Membentuk Hierarki Sosial
Di beberapa bahasa, seperti Jepang atau Korea, pemilihan kata harus mengikuti tingkat kesopanan.
Hal ini mencerminkan budaya yang sangat menghargai status sosial.
Di Indonesia sendiri, penggunaan “aku–kamu” atau “saya–Anda” sering menentukan seberapa dekat hubungan seseorang.
Menariknya, tren era digital membuat batas kesopanan ini makin kabur.
Menurut laporan CNBC Indonesia, penggunaan bahasa informal kini dianggap lebih efektif untuk komunikasi digital marketing karena terasa lebih personal dan dekat.
4. Era Digital Mendorong Evolusi Bahasa
Setiap tahun muncul kosakata baru:
- ngegas
- spill dong
- receh
- healing (versi Indonesia punya makna berbeda dari Inggris)
Dalam beberapa studi linguistik, perubahan bahasa cepat ini sering muncul di negara dengan penetrasi internet tinggi seperti Indonesia.
Evolusi ini penting buat para pelajar bahasa. Apalagi kalau sedang riset atau bikin tugas. Banyak guru bahasa menyarankan siswa mempelajari register bahasa online agar memahami konteks penggunaan modern.
Kalau mau bacaan tambahan, bisa cek artikel internal di bahasa-bahasa.com seperti Contoh Kalimat Baku dan Tidak Baku, karena itu masih satu tema.
5. Apakah Bahasa Selalu Mengontrol Pikiran?
Tidak sepenuhnya. Beberapa ahli bilang bahasa hanya membingkai cara kita berpikir, bukan mengendalikan sepenuhnya.
Yang pasti, bahasa adalah alat yang membuat kita mengorganisasi dunia.
Tanpa bahasa, konsep seperti “waktu”, “hak”, “rindu”, atau “kebebasan” nggak akan pernah dibahas sekompleks sekarang.
Kesimpulan
Bahasa bukan cuma alat komunikasi. Ia adalah “kacamata” yang menentukan bagaimana kita memahami dunia.
Mulai dari cara kita memandang waktu, ruang, emosi, sampai status sosial—semuanya punya jejak bahasa.
Di era digital, perubahan bahasa makin cepat dan makin memengaruhi karakter generasi muda. Karena itu, memahami bagaimana bahasa membentuk pikiran bisa membantu kita lebih kritis saat menerima informasi, membaca berita, atau berdebat di internet.
