Bahasa

Bahasa Politik di Indonesia: Strategi Kata dalam Mempengaruhi Opini Publik

Bahasa politik di Indonesia digunakan dalam slogan, jargon, dan narasi untuk memengaruhi opini publik

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga sarana kekuasaan. Di Indonesia, bahasa politik memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat. Dari jargon kampanye, pidato pejabat, hingga narasi di media sosial, pilihan kata memiliki dampak besar dalam mengarahkan opini publik.

Menurut Prof. Deddy Mulyana, pakar komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, bahasa politik sering kali dirancang untuk persuasif, emosional, dan mudah diingat agar pesan cepat sampai ke masyarakat luas.


Ciri-Ciri Bahasa Politik

  1. Menggunakan jargon populer → “reformasi”, “perubahan”, “gotong royong”.
  2. Retoris dan persuasif → kata dipilih untuk menyentuh emosi, bukan sekadar logika.
  3. Ambigu tapi fleksibel → bahasa politik sering multitafsir agar bisa diterima banyak pihak.
  4. Memanfaatkan simbol → seperti warna, slogan, atau gestur dalam orasi.

Bahasa Politik di Masa Kampanye

Di setiap pemilu, bahasa politik menjadi senjata utama. Slogan singkat seperti “Kerja Nyata”, “Indonesia Maju”, atau “Perubahan untuk Semua” dirancang agar mudah diingat dan menggugah emosi.

Riset BRIN (2024) menyebutkan bahwa 68% pemilih muda lebih terpengaruh oleh narasi kampanye di media sosial dibanding iklan formal.

Baca juga artikel kami tentang Bahasa dalam Aksi Demo Indonesia


Bahasa Politik dan Media

Media massa dan media sosial memperkuat bahasa politik.

  • Media arus utama sering menekankan kata seperti “stabilitas” atau “keamanan”.
  • Media alternatif menggunakan istilah “kebebasan”, “kritik”, dan “suara rakyat”.

Framing bahasa ini dapat menentukan arah opini publik.


Bahasa Politik sebagai Identitas

Bahasa politik juga menjadi identitas kelompok. Misalnya, kelompok oposisi sering menggunakan kata yang menekankan perlawanan (“lawan oligarki”), sementara partai penguasa menonjolkan kata stabilitas (“pembangunan berkelanjutan”).

Menurut Kominfo (2025), narasi politik di media sosial berperan besar dalam membentuk polarisasi masyarakat.


Kesimpulan

Bahasa politik di Indonesia adalah instrumen penting dalam demokrasi. Kata, slogan, dan narasi bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga membentuk opini publik dan identitas politik.

Tantangannya adalah bagaimana masyarakat tetap kritis agar tidak mudah terjebak dalam retorika semata, melainkan memahami substansi di balik kata-kata.