0 Comments

Siswa Indonesia sedang membaca di perpustakaan sebagai bagian dari peningkatan keterampilan bahasa di Indonesia
Siswa Indonesia sedang membaca di perpustakaan sebagai bagian dari peningkatan keterampilan bahasa di Indonesia

Di era globalisasi yang semakin cepat, dunia menuntut setiap orang untuk bisa berkomunikasi secara efektif. Namun di Indonesia, tantangan besar justru datang dari hal paling mendasar: keterampilan bahasa. Meski perkembangan digital dan teknologi sangat masif, keterampilan bahasa di Indonesia masih terbilang rendah, baik dalam aspek membaca, menulis, maupun berbicara.

Fenomena ini bukan sekadar masalah akademis. Lemahnya keterampilan bahasa berdampak langsung pada daya pikir, kemampuan memahami informasi, bahkan kualitas hidup seseorang di tengah masyarakat yang kompetitif.


Data Terbaru: Skor Literasi yang Memprihatinkan

Laporan dari Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 yang dirilis oleh OECD menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi ke-65 dari 81 negara dalam kemampuan membaca. Artinya, banyak siswa Indonesia belum mampu memahami bacaan secara utuh dan kritis.

Tidak hanya itu, data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud) tahun 2023 menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia hanya 0,001—yang berarti dari setiap 1.000 orang hanya satu yang membaca buku secara aktif.

Hal ini berbanding terbalik dengan konsumsi media digital yang sangat tinggi. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), masyarakat Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 8–9 jam per hari di internet, namun mayoritasnya digunakan untuk hiburan, bukan pengembangan keterampilan literasi dan keterampilan bahasa di Indonesia.

Salah satu faktor utama yang memperburuk rendahnya keterampilan bahasa di Indonesia adalah kurangnya integrasi keterampilan berbahasa dalam berbagai mata pelajaran. Banyak guru yang masih menganggap pembelajaran bahasa hanya tugas guru Bahasa Indonesia, padahal kemampuan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara seharusnya dikembangkan secara lintas mata pelajaran. Selain itu, sistem evaluasi pendidikan yang lebih fokus pada pencapaian angka atau nilai ujian, membuat kemampuan berbahasa sering kali tidak mendapatkan tempat penting dalam proses belajar mengajar.

Tidak hanya itu, literasi digital yang berkembang pesat justru belum dimanfaatkan secara maksimal. Sebagian besar pelajar lebih tertarik mengakses konten hiburan dibandingkan bacaan bermutu atau diskusi edukatif di internet. Padahal, dengan pendekatan yang tepat, teknologi bisa menjadi jembatan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa generasi muda. Misalnya dengan membuat platform belajar bahasa yang interaktif, menyenangkan, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Mengapa Literasi Digital Itu Penting bagi Anak Sekolah


Apa yang Menyebabkan Keterampilan Bahasa di Indonesia Lemah?

1. Pendidikan yang Terlalu Berfokus pada Nilai Ujian

Sistem pendidikan di Indonesia masih banyak menekankan hafalan dan hasil ujian tulis daripada proses berpikir kritis melalui diskusi dan analisis teks.

2. Kurangnya Akses terhadap Bahan Bacaan Berkualitas

Di daerah terpencil, akses terhadap buku bacaan yang variatif dan menarik masih sangat terbatas. Ini memperparah kesenjangan literasi antardaerah.

3. Minimnya Budaya Membaca di Lingkungan Keluarga

Banyak orang tua yang tidak membiasakan anak membaca sejak kecil. Sebagian besar justru memberikan gadget tanpa pengawasan.

4. Konten Digital yang Minim Edukasi Bahasa

Dominasi konten hiburan seperti video pendek dan meme membuat generasi muda lebih banyak menyerap informasi visual yang tidak melatih keterampilan berpikir dalam bahasa.


Mengapa Keterampilan Bahasa Itu Penting Sekali?

Keterampilan bahasa di Indonesia menentukan bagaimana seseorang memahami perintah kerja, membuat laporan, hingga menjelaskan ide kepada orang lain. Dalam dunia kerja, kemampuan menulis email yang tepat atau menyampaikan presentasi dengan jelas sering menjadi pembeda antara kandidat biasa dan kandidat unggulan.

Lebih jauh, bahasa adalah medium utama berpikir. Jika seseorang kesulitan menyusun kalimat, besar kemungkinan ia juga kesulitan menyusun logika. Maka dari itu, memperkuat kemampuan bahasa bukan hanya soal komunikasi, tapi juga kecerdasan secara menyeluruh.

Di sisi lain, kemajuan teknologi yang begitu pesat juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak siswa lebih tertarik menghabiskan waktu di media sosial daripada membaca buku atau berlatih menulis. Akibatnya, kemampuan menulis dan berbicara secara terstruktur pun semakin menurun. Keterampilan bahasa bukan hanya penting dalam pendidikan formal, tetapi juga dalam dunia kerja dan kehidupan sosial. Tanpa kemampuan berbahasa yang baik, seseorang akan kesulitan mengekspresikan ide atau memahami instruksi secara tepat.


Pendapat Para Pakar Indonesia

Menurut Najelaa Shihab, pendidik dan aktivis literasi nasional:

“Keterampilan berbahasa adalah keterampilan hidup. Tanpa kemampuan bahasa yang baik, anak-anak akan kesulitan memahami pelajaran, menyampaikan perasaan, bahkan membela haknya sendiri.”

Sementara itu, Dr. Wiwin Hendriani dari Universitas Negeri Malang menyatakan:

“Kelemahan bahasa berdampak pada lemahnya daya analisis. Anak muda yang tidak dibiasakan membaca dan menulis sejak dini cenderung lebih pasif, dan sulit bersaing di dunia kerja.”


Langkah Nyata: Solusi untuk Tingkatkan Keterampilan Bahasa

1. Revisi Kurikulum Bahasa Indonesia

Bahasa harus diajarkan bukan hanya sebagai struktur gramatika, tetapi sebagai alat komunikasi kehidupan. Guru bisa mendorong siswa untuk menulis opini, menulis jurnal harian, atau mendebat argumen dengan sopan.

2. Gerakan Literasi Digital Terpadu

Kementerian Pendidikan dapat bekerja sama dengan platform seperti YouTube Edu, Medium, atau Quora untuk membiasakan siswa mengakses dan memproduksi konten yang bermutu dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

3. Orang Tua Membentuk Lingkungan Literat

Kebiasaan membaca bisa dimulai dari rumah. Misalnya, menjadwalkan waktu baca 15 menit setiap malam sebelum tidur dan berdiskusi singkat setelahnya.

4. Dorong Komunitas dan Perpustakaan Daerah

Komunitas literasi seperti Taman Bacaan Masyarakat (TBM) harus diperkuat anggaran dan fasilitasnya, agar bisa jadi pusat belajar informal yang menyenangkan.


Contoh Program Sukses di Lapangan

Di Kota Bandung, program “Menulis Satu Paragraf Sehari” di tingkat SMP mendorong siswa untuk membiasakan diri menulis narasi harian. Dalam waktu 6 bulan, kemampuan menulis siswa mengalami peningkatan signifikan, terutama dalam tata bahasa, kosa kata, dan kepercayaan diri.

Sementara di Surabaya, program “Baca Komunitas” berbasis WhatsApp digunakan untuk membagikan ulasan buku, cerita rakyat, dan ringkasan berita dalam bahasa sederhana setiap minggu. Program ini bahkan berhasil menjangkau kalangan ibu rumah tangga dan pekerja pabrik.


Kesimpulan

Keterampilan bahasa di Indonesia adalah pondasi penting yang menentukan arah kemajuan bangsa. Dunia terus berubah, tetapi bahasa tetap menjadi alat utama untuk berpikir, berkomunikasi, dan membangun peradaban. Oleh karena itu, semua pihak—pemerintah, sekolah, keluarga, hingga komunitas—harus saling mendukung dalam membangun generasi literat, cerdas, dan siap bersaing secara global.

Related Posts